Jumat, 01 November 2013

Tiket Murah ke Tokyo [2009]


Libur massal Lebaran 2009.

Awalnya saya tidak memiliki rencana spesifik dan hanya akan dirumah saja. Tapi ketika awal Ramadhan tiba, entah kenapa saya gatal pengin ke Jepang, karena belum pernah kesana sama sekali.

Jadilah browsing harga tiket, yang semua airlines harganya gila-gilaan. You name the airlines, mau Garuda, SQ, Malaysia Airlines, Thai, Cathay Pacific, JAL…pokoknya airlines yang take-off dari Jakarta selama peak season Lebaran itu harganya nggak wajar semua. Rata-rata semuanya diatas 11 juta rupiah untuk kelas Ekonomi. Sempat jadi pasrah dan berniat mengurungkan rencana.

Tapi besoknya saya iseng mencoba browsing lagi. Saya berpikir, musim Lebaran memang menjadi peak season di Indonesia dan Malaysia, tapi tidak di Singapore. Akhirnya saya mulai bongkar-bongkar beberapa website mencari tiket yang harganya masuk akal dengan rute Singapore – Narita. Ketika sedang browsing via website www.expedia.com, saya kaget setengah tidak percaya ketika menemukan tiket promo All Nippon Airlines (ANA) rute Singapore – Narita pp dengan harga, kalau dirupiahkan  hanya sekitar Rp. 3 juta saja !

Tanpa berlama-lama, takutnya tiket tersebut keburu sold out, langsung saja saya beli secara online. Pemburuan tiket saya lanjutkan dengan membeli tiket one-way Jakarta-Singapore menggunakan Garuda dengan harga sekitar Rp. 1.2juta. Pulangnya saya me-redeem point Krisflyer Singapore Airlines untuk rute Singapore – Jakarta. Jadilah berangkat ke Jepang dengan modal tiket tidak sampai 5 juta Rupiah. Kalaupun rute Singapore - Jakarta saya beli tiket, harga totalnya tidak akan sampai 11 juta Rupiah….bandingkan dengan harga tiket kalau berangkat dari Jakarta yang sudah saya sebutkan diatas !

Urusan visa berjalan lancar, selesai dalam 3 hari saja.

Hari itu, siang di lebaran hari kedua, saya berangkat ke Singapore dengan menumpang pesawat Airbus 330-200 Garuda yang saat itu masih gres sekali. Pesawat penuh ! 

Tengah malam harinya saya connecting dengan pesawat Boeing 767-300 ANA menuju ke Narita.

Tiba di Narita keesokan paginya, saya disambut cuaca yang sangat sejuk ! Senyum puas mengembang karena saya bisa ke Jepang dengan tiket murah meriah, bukan tiket pesawat Low Cost Carrier. 


Dari Narita saya naik kereta menuju ke stasiun Tokyo untuk berganti kereta menuju ke stasiun Shinjuku karena saya nginap di Hotel Sunroute Plaza di Shinjuku. Lagi-lagi hotel ini dipilih karena cuma selempar batu dari stasiun Shinjuku. Belajar dari pengalaman salah-salah hotel ketika di Eropa setahun sebelumnya, maka sebelum memutuskan untuk booking hotel tersebut, saya benar-benar membaca referensi dari travellers tentang hotel yang ingin dituju.

Shinjuku dipilih karena lokasi ini sangat vibrant siang dan malam, dengan stasiun kereta besar Shinjuku yang bisa menghubungkan kemana-mana dengan mudahnya. Ketika malam tiba, Shinjuku seolah menjelma menjadi jantung kehidupan Tokyo saking meriahnya. Disini memang lengkap, mulai dari stasiun kereta utama Shinjuku, pertokoan yang tersebar baik di mall maupun di tepi jalan, restoran, cafĂ©, bar, club bahkan sampai kehidupan esex-esex dewasa ada semua disini. 

Kalau sore dan malam tiba, setiap setengah jam sekali akan lewat mini truck dengan lampu warna warni meriah dan foto gadis-gadis unyu-unyu Jepang yang mempromosikan striptease performance di club-club dewasa di sekitar.

Sebelum berangkat ke Tokyo, saya menyempatkan diri untuk mencari referensi tempat makan yang enak, affordable di kantong dan pastinya halal. Ada banyak masukan dari beberapa teman. 

Titin, seorang teman sejak SMP yang sempat sekolah dan tinggal lama di Jepang memperingatkan saya beberapa tips makanan di Jepang, misalkan kalau makanan ada bumbu lemak hewan maka 99% itu adalah lemak babi, lalu hindari ramen karena hampir semua ramen mengandung babi, dan lain-lain. Well noted !

Jadilah selama saya di Tokyo agak berhati-hati sekali memilih makanan. Kalau travelling di Eropa atau Amerika, saya masih bisa cari opsi antara lain : makan salad, cari restoran Timur Tengah, menu Kosher atau menu vegetarian. Tapi di Jepang agak kesulitan, mungkin karena faktor bahasa juga. Sushi dan Sashimi menjadi pelarian untuk makan utama selama disana, meskipun kehalalan sushi terkait sake yang dipakai untuk memasak nasinya masih jadi perdebatan. Saking eneknya makan sushi dan sashimi selama 4 hari di Jepang itu, maka saya stop makan makanan Jepang selama hampir 3 minggu ketika kembali ke Jakarta.

Saya mendatangi berbagai lokasi menarik di Tokyo, kecuali Dysney Japan, karena saya memang tidak tertarik dengan theme park.





Saya berhasil membuat kaki pegal ketika berjalan kaki mengelilingi Imperial Palace yang areanya sangat luas. Pengamanan disini sangat ketat, karena keluarga kerajaan memang tinggal di area ini.

  


Ketika sedang berjalan-jalan di Zozoji Temple, saya sengaja mampir di patung-patung zijo yang merefleksikan bayi-bayi yang tidak pernah terlahir ke dunia, entah karena keguguran atau meninggal dunia. Disini peziarah biasanya berdoa dan memberi hiasan kepada patung entah berupa topi, pakaian, bunga atau mainan. Ketika tiba di tempat patung-patung jizo tersebut, saya menyaksikan sepasang Jepang sedang berdoa khusyuk, lalu si wanita memasangkan sebuah bunga kecil ditopi salah satu patung. Merekapun berlalu, tinggal saya dan seorang turis lainnya. Awalnya saya melihat patung-patung bayi tersebut layaknya mainan boneka-boneka lucu yang dihiasi bermacam ragam dan asyik memotret patung-patung tersebut. Tapi entah kenapa sesaat kemudian bulu kudu saya merinding, aura di area situ menjadi tidak enak. Patung-patung boneka tersebut dimata saya sudah bukan barang lucu lagi, tapi seolah-olah “something”. Ya sudahlah, mending saya pergi saja.


Malamnya ketika sedang browsing internet, saya iseng mencari tahu zozoji temple dengan fokus kepada patung jizo tersebut. Ternyata area patung-patung jizo itu adalah area pekuburan. Walah, pantesan !  

Ketika berada di kuil Asakusa, saya mendapati tukang rigshaw, yang menawarkan jasanya kepada para turis asing yang datang. Dan beberapa dari mereka adalah wanita ! Wowww…tenaganya pasti kuat sekali mbak-mbak itu !


Di beberapa stasiun kereta besar, saya sempat mengalami kebingungan karena banyaknya cabang-cabang jalur kereta yang melewatinya. Kudu lihat betul-betul stasiun tujuan kita dan kereta yang dituju ada di line mana. Beruntung papan penunjuk di kota Tokyo hampir semuanya sudah bi-lingual Jepang-Inggris. Itupun sempat dua kali kesasar salah naik kereta. Bayangkan kalau penunjuknya huruf kanji semua !

Di stasiun kereta utama seperti Tokyo, Shinjuku dan Shinagawa terdapat seorang petugas Customer Service. Berdiri di sekitar loket karcis, wanita-wanita cantik dengan dandanan seperti pramugari lengkap dengan topi dan sarung tangan, bertugas untuk memberikan bantuan kalau ada calon penumpang kereta yang kebingungan. Layaknya penyedia jasa di Jepang, mereka sangat ramah dan helpful, tapi jangan harap anda akan mengerti bahasa Inggrisnya dengan baik. Ketika naik pesawat ANA dalam rute Singapore – Narita, sempat terjadi miskomunikasi karena saya meminta “pepper”kepada mbak pramugarinya. Beberapa menit kemudian dia datang dengan membawa kertas untuk saya (paper). Alamak !

Jam 5.30 sore di hari ketiga di Tokyo, saya sedang berada di stasiun Shinjuku, berdiri diposisi agak tinggi dengan kamera Nikon D300 dan lensa wide ditangan. Tujuan saya adalah ingin mengabadikan moment ratusan manusia lalu lalang seliweran di stasiun tersebut berpindah peron dan keluar masuk stasiun. Saya membayangkan hasil foto hitam putih dengan shutter speed rendah yang akan dahsyat hasilnya. Niat saya ini diilhami oleh sebuah tulisan di tripadvisor tentang memotret lalu lalang ratusan manusia di stasiun kereta di Tokyo yang akan menghasilkan foto yang bagus.
Suasana lalu lalang manusia memang mulai meningkat sore itu. Mereka tidak peduli satu sama lain, berjalan cepat dan fokus dengan tujuan mereka layaknya robot berjalan. Baru saja saya lakukan satu dua jepretan ujicoba sambil memeriksa apakah hasilnya bagus, seorang lelaki Jepang berbadan tegap menghampiri saya. Dia tersenyum, lalu membuka bagian kiri depan jasnya, dan…..menyembullah logo polisi di kantong kemejanya. Gile beneeerrr…..Pak Polisi itu berkata singkat “passport”…oh saya ngerti, dia meminta paspor saya. Saya lalu berikan paspor saya. Ketika dia membuka paspor saya dan melihat itu adalah paspor Republik Indonesia, dia langsung berucap “ooo….Indonesia-ne” dan membungkuk hormat kepada saya. Lhaaa baru kali itu seumur-umur saya dihormati Polisi ! Dia lalu mengembalikan paspor saya dan berbicara dalam bahasa Jepang sambil menunjuk kamera saya. OK got the point ! Intinya saya dilarang memotret disana.

Ya sejak kejadian WTC 11 September, memotret obyek-obyek vital seperti kantor, stasiun, airport, dan lain-lain menjadi kegiatan yang haram untuk dilakukan, karena dikhawatirkan akan digunakan untuk mempelajari seluk beluk area tersebut (sebelum diserang).

Niat memotret sesaknya manusia sore itu saya batalkan. Lebih baik batal dari pada ditangkap dan berurusan panjang dengan kepolisian Jepang. Untung cuma dikasih bungkukan hormat sore itu, kalau dikasih ikatan borgol di tangan, kan bisa runyam urusannya !

1 komentar:

  1. Numpang tanya gan, redeem berapa miles sewaktu singapore-jakarta?

    BalasHapus