Selasa, 19 November 2013

Nepal [2010] #2 : Ketika Kathmandu "shutdown"


Dari petugas hotel kami mendapatkan konfirmasi bahwa kami tidak bisa bepergian kemana-mana karena hampir semua jalanan utama diblokir oleh para demonstran. Kalaupun kami ngotot pergi mengunjungi lokasi-lokasi turis, seperti misalkan ke Thamel, Durbar Square atau ke tempat kuil-kuil lainnya, kami harus berjalan kaki karena mobil tidak dimungkinkan untuk menuju ke area turisme tersebut.

Stuck in the hotel is not a good option. Buat apa kami terbang jauh-jauh ke Nepal kalau akhirnya akan berakhir tidur-tidur saja di kamar hotel.

Salah satu tujuan kami ke Nepal adalah pergi ke kota Pokhara. Rencana awal, perjalanan ke Pokhara akan dilakukan setelah kami selesai menjelajahi Kathmandu. Tapi dengan keadaan tidak menentu di Kathmandu, kami memutuskan untuk berangkat keesokan harinya. Meskipun mogok massal berlaku di seluruh negara, akan tetapi kondisi di Pokhara diharapkan lebih baik dari pada di Kathmandu, setidaknya eskalasi potensi kekerasan lebih kecil disana.

Petugas travel agent setempat mencarikan kami tiket, yang masih dilakukan secara manual dengan menelpon ke bagian ticketing airlines yang dituju. Nama di tiket, rute dan tanggal penerbangan di tiketpun ditulis pakai tangan. Proses pembayaran dengan kartu kreditpun masih dilakukan manual, dengan menggesekkan kartu di mesin manual untuk memunculkan nomor dan nama pemegang kartu kredit. Karena kondisi yang tidak menentu itu saya menjadi nyinyir menekankan berkali-kali kepada petugas 
Travel Agent bahwa status tiket sudah harus OK, bukan lagi waiting list.

Sore itu kami tidak ingin mati gaya hanya bengong di hotel saja. Tapi untuk bepergianpun tidak mungkin, selain karena tidak diperbolehkannya kendaraan melintas, obyek turisme di Kathmandu ini terpencar-pencar ke dalam beberapa wilayah, yang semuanya tersebar di berbagai penjuru kota. Lembah Kathmandu tempat kota Kathmandu berada adalah area yang sangat luas.

Buka peta Kathmandu dan mencari obyek turis yang paling dekat dengan hotel. Kami menemukan sebuah candi Buddha yang berlokasi paling dekat dengan hotel.
Maka kamipun berjalan kaki menuju ke lokasi tersebut. Walaupun kecantikan alam Nepal luar biasa, tapi jangan bayangkan bahwa kota Kahtmandu juga cantik. Kota ini sangat jorok dan semrawut, bau sampah atau bau got sesekali menyengat di hidung. 

Konon, kalau tidak sedang mogok masal, jalanan disini akan semrawut, macet dan berdebu. Jalan akan ramai dengan hiruk pikuk suara klakson mobil serta bunyi musik dari tape mobil atau di toko-toko sepanjang jalan.




Baru kami berjalan, kami mendapati seorang bocah ganteng berumur sekitar 6 tahun. Dandanannya rapi, sepertinya baru selesai mandi. Ia asyik bermain bola sendirian dipinggiran onggokan sampah yang luasnya kira-kira 6 meter persegi. Padahal aroma yang keluar dari sampah itu aduhai sangat !

Tidak jauh dari lokasi anak lelaki tadi bermain bola, kami mendapati seorang lelaki sedang tidur lelap di pinggir jalan, sementara sepedanya tergeletak disebelahnya. Sementara didekatnya ada seekor anjing luar yang mengendus-endus di dekatnya. Bisa jadi dia sedang mabuk.

Berpedoman kepada peta ditangan, kami berjalan kaki menyusuri jalan-jalan untuk menuju ke lokasi Kuil terdekat. Beberapa bagian jalanan cukup ramai. Banyak orang duduk-duduk mengobrol dengan tetangga mereka, jalanan yang kosong digunakan oleh anak-anak untuk bermain sepak bola. Beberapa toko yang kami lalui nekad buka, meskipun tampak takut-takut, hanya satu pintu yang terbuka.

Di salah satu bagian kota kami berpapasan dengan serombongan tentara yang berjalan rapi. Sepertinya mereka tidak sedang bertugas menjaga keamanan dari demonstran karena tampilan mereka cukup rapi sore itu.

Di beberapa bagian jalan yang kami lalui, kami mendapati beberapa orang melemparkan senyuman kepada kami. Sebagian lain menatap kami dengan pandangan dan aneh, mungkin mereka berpikir ini turis ngapain ya kesini, wong negara ini sedang mogok massal ?

Di sepanjang jalan kami menemukan berbagai macam bentuk wajah penduduk Nepal. Ada yang berwajah sangat mirip dengan orang India, ada yang berwajah sangat mirip dengan orang Tibet atau Cina dan ada pula yang berwajah layaknya kita, bangsa Melayu.

Satu hal yang menarik dari Nepal adalah penduduknya yang rata-rata ramah-ramah dan hampir semuanya bisa berbahasa Inggris dengan fasih.

Sempat kesasar-sasar beberapa kali karena salah direction, akhirnya kami sudah berada di jalur yang tepat untuk menuju ke sebuah kuil yang tampak dari kejauhan berdiri kokoh diatas sebuah bukit. Akan tetapi kami berjalan sangat santai, karena tidak ingin kehilangan moment yang mungkin hanya sekali itu kami dapatkan :
  • Para bhiksu berjalan kaki berkelompok
  • Tentara-tentara bersiaga di setiap persimpangan
  • Penduduk kota yang tidak terlibat demonstrasi asyik duduk-duduk di sore hari sambil ngobrol dengan tetangga mereka
  • Tentara yang sedang tidak bertugas bermain sepak bola di sebuah lapangan yang sangat luas sekali
  • Pedagang-pedagang sayuran yang masih sangat tradisional pulang menuju ke rumah masing-masing
  • Dan lain-lain

Saking asyiknya mengamati pemandangan tersebut dan asyik memotret semua kejadian unik disana, kami lupa bahwa matahari sudah condong ke barat. Sudah jam 5 lewat, tidak mungkin lagi meneruskan perjalanan menuju ke kuil tersebut, karena pasti sudah akan gelap saat tiba disana. Resiko pulang kesasar sangat tinggi sekali mengingat lokasi yang tidak kami kuasai dan tidak adanya kendaraan sama sekali. Akhirnya kami berbalik arah, berjalan kaki kembali menuju hotel.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar