Dari petugas hotel kami
mendapatkan konfirmasi bahwa kami tidak bisa bepergian kemana-mana karena
hampir semua jalanan utama diblokir oleh para demonstran. Kalaupun kami ngotot
pergi mengunjungi lokasi-lokasi turis, seperti misalkan ke Thamel, Durbar
Square atau ke tempat kuil-kuil lainnya, kami harus berjalan kaki karena mobil
tidak dimungkinkan untuk menuju ke area turisme tersebut.
Stuck in the hotel is not a good
option. Buat apa kami terbang jauh-jauh ke Nepal kalau akhirnya akan berakhir
tidur-tidur saja di kamar hotel.
Salah satu tujuan kami ke Nepal
adalah pergi ke kota Pokhara. Rencana awal, perjalanan ke Pokhara akan
dilakukan setelah kami selesai menjelajahi Kathmandu. Tapi dengan keadaan tidak
menentu di Kathmandu, kami memutuskan untuk berangkat keesokan harinya.
Meskipun mogok massal berlaku di seluruh negara, akan tetapi kondisi di Pokhara
diharapkan lebih baik dari pada di Kathmandu, setidaknya eskalasi potensi
kekerasan lebih kecil disana.
Petugas travel agent setempat
mencarikan kami tiket, yang masih dilakukan secara manual dengan menelpon ke
bagian ticketing airlines yang dituju. Nama di tiket, rute dan tanggal
penerbangan di tiketpun ditulis pakai tangan. Proses pembayaran dengan kartu
kreditpun masih dilakukan manual, dengan menggesekkan kartu di mesin manual
untuk memunculkan nomor dan nama pemegang kartu kredit. Karena kondisi yang
tidak menentu itu saya menjadi nyinyir menekankan berkali-kali kepada petugas
Travel Agent bahwa status tiket sudah harus OK, bukan lagi waiting list.
Sore itu kami tidak ingin mati
gaya hanya bengong di hotel saja. Tapi untuk bepergianpun tidak mungkin, selain
karena tidak diperbolehkannya kendaraan melintas, obyek turisme di Kathmandu
ini terpencar-pencar ke dalam beberapa wilayah, yang semuanya tersebar di
berbagai penjuru kota. Lembah Kathmandu tempat kota Kathmandu berada adalah
area yang sangat luas.
Buka peta Kathmandu dan mencari
obyek turis yang paling dekat dengan hotel. Kami menemukan sebuah candi Buddha
yang berlokasi paling dekat dengan hotel.
Maka kamipun berjalan kaki
menuju ke lokasi tersebut. Walaupun kecantikan alam Nepal luar biasa, tapi
jangan bayangkan bahwa kota Kahtmandu juga cantik. Kota ini sangat jorok dan
semrawut, bau sampah atau bau got sesekali menyengat di hidung.
Konon, kalau
tidak sedang mogok masal, jalanan disini akan semrawut, macet dan berdebu.
Jalan akan ramai dengan hiruk pikuk suara klakson mobil serta bunyi musik dari
tape mobil atau di toko-toko sepanjang jalan.
Baru kami berjalan, kami
mendapati seorang bocah ganteng berumur sekitar 6 tahun. Dandanannya rapi,
sepertinya baru selesai mandi. Ia asyik bermain bola sendirian dipinggiran
onggokan sampah yang luasnya kira-kira 6 meter persegi. Padahal aroma yang
keluar dari sampah itu aduhai sangat !
Tidak jauh dari lokasi anak
lelaki tadi bermain bola, kami mendapati seorang lelaki sedang tidur lelap di
pinggir jalan, sementara sepedanya tergeletak disebelahnya. Sementara
didekatnya ada seekor anjing luar yang mengendus-endus di dekatnya. Bisa jadi
dia sedang mabuk.
Berpedoman kepada peta ditangan,
kami berjalan kaki menyusuri jalan-jalan untuk menuju ke lokasi Kuil terdekat.
Beberapa bagian jalanan cukup ramai. Banyak orang duduk-duduk mengobrol dengan tetangga
mereka, jalanan yang kosong digunakan oleh anak-anak untuk bermain sepak bola.
Beberapa toko yang kami lalui nekad buka, meskipun tampak takut-takut, hanya
satu pintu yang terbuka.
Di salah satu bagian kota kami
berpapasan dengan serombongan tentara yang berjalan rapi. Sepertinya mereka
tidak sedang bertugas menjaga keamanan dari demonstran karena tampilan mereka
cukup rapi sore itu.
Di beberapa bagian jalan yang
kami lalui, kami mendapati beberapa orang melemparkan senyuman kepada kami.
Sebagian lain menatap kami dengan pandangan dan aneh, mungkin mereka berpikir
ini turis ngapain ya kesini, wong negara ini sedang mogok massal ?
Di sepanjang jalan kami menemukan
berbagai macam bentuk wajah penduduk Nepal. Ada yang berwajah sangat mirip
dengan orang India, ada yang berwajah sangat mirip dengan orang Tibet atau Cina
dan ada pula yang berwajah layaknya kita, bangsa Melayu.
Satu hal yang menarik dari Nepal
adalah penduduknya yang rata-rata ramah-ramah dan hampir semuanya bisa
berbahasa Inggris dengan fasih.
Sempat kesasar-sasar beberapa
kali karena salah direction, akhirnya kami sudah berada di jalur yang tepat
untuk menuju ke sebuah kuil yang tampak dari kejauhan berdiri kokoh diatas
sebuah bukit. Akan tetapi kami berjalan sangat santai, karena tidak ingin
kehilangan moment yang mungkin hanya sekali itu kami dapatkan :
- Para bhiksu berjalan kaki berkelompok
- Tentara-tentara bersiaga di setiap persimpangan
- Penduduk kota yang tidak terlibat demonstrasi asyik duduk-duduk di sore hari sambil ngobrol dengan tetangga mereka
- Tentara yang sedang tidak bertugas bermain sepak bola di sebuah lapangan yang sangat luas sekali
- Pedagang-pedagang sayuran yang masih sangat tradisional pulang menuju ke rumah masing-masing
- Dan lain-lain
Saking asyiknya mengamati
pemandangan tersebut dan asyik memotret semua kejadian unik disana, kami lupa
bahwa matahari sudah condong ke barat. Sudah jam 5 lewat, tidak mungkin lagi
meneruskan perjalanan menuju ke kuil tersebut, karena pasti sudah akan gelap
saat tiba disana. Resiko pulang kesasar sangat tinggi sekali mengingat lokasi
yang tidak kami kuasai dan tidak adanya kendaraan sama sekali. Akhirnya kami
berbalik arah, berjalan kaki kembali menuju hotel.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar