Pagi itu saya terbangun jam 4 pagi
waktu Casablanca (masih jetlag karena waktu Jakarta 7 jam didepan, yang berarti
sudah jam 11 siang). Karena tidak tahu apa yang harus dilakukan pagi buta itu,
saya akhirnya sibuk chatting dan berbbm-an dengan teman-teman di Jakarta sambil
menunggu waktu Subuh dan matahari naik.
Tepat pukul 7 pagi, saya sudah
berada di cafe hotel untuk sarapan
dan segera langsung check-out setelahnya. Udara pagi itu sekitar 11 derajat
Celcius, sangat sejuk dan segar.
Tujuan selanjutnya adalah menuju ke Marrakech, pusat wisata Maroko yang kaya akan sejarah, budaya dan atraksi menarik lainnya.
Tujuan selanjutnya adalah menuju ke Marrakech, pusat wisata Maroko yang kaya akan sejarah, budaya dan atraksi menarik lainnya.
Ada banyak pilihan moda transportasi untuk rute Casablanca - Marrakech, mulai dari yang murah meriah sampai mahal :
- Naik Bus Antar Kota : ada dua jenis bus, nonstop AC dengan jarak tempuh 4 jam atau bus ekonomi yang mungkin berjarak tempuh 5 jam lebih.
- Kereta Api : kereta dari Casa Voyageurs menuju Marrakech berangkat hampir setiap 2 jam sekali, dengan waktu tempuh selama 4 jam. Tarif tiket untuk Kelas 1 sekitar MAD 140 (sekitar 150 ribu Rupiah).
- Pesawat Udara : pastinya merupakan pilihan paling praktis dan paling cepat. Sayangnya lalu lintas udara domestik Maroko dimonopoli oleh Royal Air Maroc, national flag carrier mereka, tanpa ada pesaing dari airlines lainnya, sehingga tarif tiket tidak kompetitif karena tidak adanya persaingan.


Hubungan Maroko, sebagai bekas
jajahan, dengan negara Perancis sepertinya sangat harmonis. Ada banyak
penerbangan Air France ke berbagai kota di Paris, semisal Paris, Lyon dan
Marseille.
Setelah kewajiban ngopi pagi hari
sudah terselesaikan, saya lalu menuju ke ruang keberangkatan. Sebelum
pemeriksaan x-ray, saya dicegat oleh seorang security dan meminta paspor saya.
Ketika dia lihat saya adalah orang Indonesia, reaksinya adalah “aaahhh…Indonesian,
salam !”. Dia lalu menyalami saya, memegang bahu saya dan mengantarkan saya ke
pintu pemeriksaan x-ray. Saya tersanjung mendapat perlakuan seperti itu di
negeri orang.
Nama Indonesia memang harum di
Maroko, hal ini terkait sejarah masa lalu ketika Indonesia berinisiatif
menggelar Konperensi Asia Afrika tahun 1955 dan Presiden Sukarno menjadi
pendorong merdekanya beberapa negara di Afrika di saat itu. Rue Soekarno di
kota Rabat adalah nama jalan untuk menghormati jasa beliau terhadap perjuangan
bangsa Afrika.
Tepat waktunya, penumpang dibawa dengan bus menuju pesawat Boeing 737-800 yang sudah stand-by. Begitu
masuk ke dalam pesawat, yang tedengar adalah musik Arab berjenis Lounge Music
yang sangat easy listening. Pesawat sangat sepi, mungkin hanya sekitar 20% dari
load factor. Hampir semua adalah turis, mayoritas ras Caucasian.
Pengumuman di dalam pesawat
dilakukan dalam 3 bahasa berturut-turut : Perancis, Arab & Inggris.
Pilot yang menerbangkan pesawat
pagi itu adalah seorang wanita bernama Mrs. Bennaida (saya tidak yakin
penulisan nama ini benar karena saya menulis hanya berdasarkan pendengaran
saja). Dia mengumumkan bahwa pesawat akan mengalami keterlambatan karena
menunggu kedatangan penumpang transit yang akan segera boarding.
Sambil menunggu, salah seorang
pramugari asyik mengobrol dengan para penumpang. Saya sangat terpesona dengan kecantikan para pramugari yang bertugas di penerbangan pagi itu.
Setelah menunggu selama setengah
jam, penumpang yang ditunggu-tunggupun masuk ke pesawat. Ternyata mereka adalah
rombongan jemaah Umroh asal Marrakech yang baru landing dari Jeddah pagi itu.
Mendadak pesawat menjadi ramai dan
suasana menjadi riuh rendah. Layaknya
Kalau kita orang Indonesia sudah terbiasa
dengan situasi seperti itu, tapi beberapa penumpang bule sampai terbengong-bengong
dengan atraksi penuh kegaduhan tersebut.
Para awak kabin akhirnya turun
tangan membantu menempatkan tas-tas mereka. Mereka juga menginstruksikan semua
penumpang jemaah Umroh untuk duduk bebas dimanapun asal kursi itu kosong karena
pesawat sudah akan berangkat.
Penerbangan ini sangat singkat,
hanya sekitar 25 menit menyisir pantai laut Atlantik. Sesaat sebelum mendarat
di Marrakech, sejauh mata memandang dari atas, yang tampak adalah tanah tandus
berwarna coklat.
Pilot Bennaida mengemudikan si
Boeing 737-800 dengan sangat baik dan landing yang sangat mulus.
Saya benar-benar
terbengong-bengong ketika memasuki bagian dalam Menara Airport di Marrakech
ini, karena desainnya yang sangat bagus dan unik ! Saking takjubnya, saya terus
menerus menjepret-jepretkan kamera saya mengabadikan desain bagus airport ini.
Sambil menunggu taxi penjemputpun, saya masih asyik memotret. Sampai ketika
seorang lelaki turis bule menghampiri saya dan berbisik “you better be careful,
because I was just asked by security officer not to take picture inside the
airport”, saya baru memasukkan kamera saya ke dalam tas. Sambil menunggu
penjemput tiba, saya berkeliling di airport yang kecil tapi chic ini. Di salah
satu pojokan Departure Hall terdapat counter art & culture Maroko, dimana
disana dipertunjukkan hasil karya seni rakyat Maroko dan
juga ada pertunjukan musik tradisional Maroko.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar