Horus adalah salah satu dewa
penting dalam sejarah Mesir kuno, yang digambarkan sebagai manusia berkepala
burung. Horus digunakan sebagai logo di banyak perusahaan atau kegiatan seni
budaya di Mesir. Perusahaan penerbangan nasional Mesir, EgyptAir juga
menggunakan Horus sebagai logo mereka.
Sebetulnya tujuan utama perjalanan
saya memanglah Mesir. Ide untuk sekaligus ke Maroko muncul setelah saya
mengajukan visa Mesir.
Visa Mesir sudah diurus sebulan
sebelum keberangkatan di kedutaan besar Mesir di Menteng. Informasi awal dari
pihak kedutaan menyebutkan bahwa visa akan keluar dalam tiga minggu, akan
tetapi ternyata visa saya sudah keluar dalam satu minggu saja.
Malam
itu saya sedang berada di dalam antrian calon penumpang Egypt Air menuju ke
Cairo. Ramainya luar biasa, ada orang Arab sekeluarga yang suaranya berisik
sekali, ada anak-anak yang rewel, dan lain-lain. Perkiraan saya load factor
malam itu bisa jadi 100% dari kapasitas pesawat. Saat itu saya sedang kelelahan
dan tidak enak badan. Mungkin karena sempat beberapa kali diterpa udara dingin
tanpa penghangat tubuh yang memadai. Melihat keramaian penumpang yang ribut
seperti itu saya membayangkan “apa saya bisa istirahat di pesawat nanti ?”.
Penerbangan Casablanca – Cairo akan menempuh waktu 5 jam di tengah malam buta,
maka tidur menjadi suatu keharusan selama perjalanan, apalagi dengan kondisi
fisik seperti itu, kalau tidak saya bisa ambruk sesampai di Cairo.
Saya
lalu keluar dari barisan antrian dan mendatangi supervisor di counter check-in
menanyakan apakah saya bisa upgrade ke kelas Bisnis, karena saya butuh tidur
nyenyak sekali malam itu. Ternyata dia menjawab positif ada kursi tersedia. Dia
lalu menghitung berapa selisih harga tiket yang harus dibayar. Ternyata
jumlahnya tidak signifkan karena saya mendapatkan tiket kelas Bisnis promo
sehingga saya hanya harus membayar sekitar 750 Dirham, sekitar 750 ribu Rupiah.
Thank God !
Tapi
kemudian ternyata mereka tidak menerima pembayaran dengan kartu kredit. Cash
only please ! Terpaksa saya berjalan kelantai bawah airport untuk mencari-cari
mesin ATM karena uang Dirham Marocco saya sudah habis. Untuk jaga-jaga, maka
saya menarik dana dengan jumlah yang agak lebih. Saya sangat bersyukur bisa
mendapatkan tiket kelas Bisnis, karena berarti mudah-mudahan saya bisa tidur
lelap selama 5 jam terbang.
Tidak
seperti pengalaman ketika saya tiba di Casablanca dimana petugas imigrasinya
cukup baik, malam itu petugas imigrasinya sangar sekali. Sebelum paspor saya
distempel out out country, saya ditanya bermacam-macam pertanyaan menyangkut
apa saja yang saya lakukan selama di Maroko.
Pesawat
tumpangan saya ternyata delay nyaris 2 jam dari jadual semula, jam 23.30.
Walah, ini betul-betul siksaan. Disaat akan terbang tengah malam dengan kondisi
badan tidak fit, pesawatnya malah delay ! Saya tidak berani tidur di kursi
ruang tunggu, takut bablas ketinggalan pesawat malah hancur-hancuran jadinya.
Doping awal dilakukan, 2 cangkir kopi sudah habis diminum, dan lumayan membuat
mata sedikit melek. Lalu saya membeli camilan yang dijual di toko makanan di
ruang tunggu airport sambil jalan-jalan kesana kemari. Sialnya pada jam 22.00
semua toko makanan dan café-café pada tutup !
Malam
itu semua penerbangan dari Maroko ke luar negeri adalah dengan tujuan kota-kota
di Afrika seperti : Dakkar di Senegal, Freetown di Sierra Leone, Accra di
Ghana, dll. Bisa kebayang kan, bahwa penumpang yang menunggu hampir semuanya
beretnis Afrika. Saya rasa hanya saya satu-satunya orang Asia yang duduk
menunggu pesawat tengah malam itu.
Malam
itu adalah pertama kali dalam seumur hidup saya berkumpul secara langsung
kedalam mayoritas orang-orang Afrika. Gaya dan dandanan mereka sangat bermacam
ragam. Ada wanita muslim Afrika yang berhijab, ada yang berpakaian seksi, ada
pula remaja bergaya seperti rapper Afro-American lengkap dengan headset besar
di kepalanya, tampak pula beberapa wanita Afrika dengan pakaian khas Afrika
dengan kain penutup kepala ala Erykah Badu. Satu dua ada laki-laki yang
tampilan sangat sangar.
Ketika
sedang asyik membaca dengan mendengarkan lagu dari ipod, tiga orang anak kecil
berkulit hitam berkejar-kejaran didepan kursi saya. Saya memandangi tingkah
polah mereka. Merekapun berhenti bermain dan memandang ke arah saya dengan
pandangan aneh. Mungkin mereka berpikir ini makhluk dari planet mana, kok
bentuknya beda sendiri ? Ya layaknya anak-anak kecil kita kalau melihat seorang
negro, malam itu saya mengalami sebaliknya.
Perjalanan
malam itu sangat lancar. Saya tidak berharap muluk-muluk dari layanan airline
bintang 3 Egypt Air. Jadi meskipun saya duduk di kelas Bisnis, as expected
layanan yang diberikan awak kabinnya sudah pasti sak karepe dewe ! Awak kabin
yang bertugas malam itu laki-laki semua, kecuali seorang ibu yang bertugas di
kelas Bisnis.
Baru
saya pesawat pushed back dari garbarata, saya sudah tertidur pulas. Terbangun
karena ditawarkan makan malam oleh ibu pramugarinya, tapi ketika saya lihat
menunya lamb curry dengan roti, saya pilih meneruskan tidur. Beruntung sekali
pesawat Airbus A320 itu terbang tanpa guncangan-guncangan sama sekali, sehingga
saya tidur pulas nyaris sepanjang perjalanan.
Saya
dibangunkan pramugari ketika dia membagikan kartu imigrasi Mesir serta
menghidangkan kopi dan sepotong kue. Kartu imigrasi Mesir ini sangat menarik,
karena terdapat bayangan gambar Ratu Nefertiti. Membayangkan kalau di Indonesia
dibuat begini, apakah yang akan keluar adalah wajah Ken Dedes atau malah Dayang
Sumbi ? hehehehe
Saya
buka kaca jendela pesawat ternyata matahari sudah mulai naik. Sejauh mata
memandang dibawah sana, pemandangan yang terhampar hanyalah tanah coklat
gersang dan tandus. Ya, kehidupan makhluk hidup di Mesir mayoritas memang
berada di sepanjang sungai Nil.
Pesawat
mendarat dengan mulus di pagi hari cerah itu. Cuaca hanya 12 derajat Celcius,
sangat sejuk. Pesawat
saya berpapasan dengan sebuah Boeing 777-200ER milik Singapore Airlines.
Airlines yang satu ini, selain Emirates, selalu saja ketemu dimana-mana.
Proses
imigrasi berjalan lancar sekali. Karena saya pemegang boarding pass kelas
Bisnis maka saya dipersilahkan melewati jalur khusus tanpa antrian sama sekali.
Airport
Cairo ini tidak begitu besar, tapi pagi itu ramai sekali, sepertinya banyak rombongan umroh
yang landing beberapa saat sebelumnya. Ada rombongan Umroh yang memang berasal dari
Mesir, ada pula rombongan Umroh dari negara lain yang paket Umrohnya menjual
Umroh plus travelling ke Mesir.
Setelah
urusan bagasi selesai, saya menuju ke counter money changer untuk menukarkan
uang, termasuk Dirham Maroko, dan membeli Pound Mesir. Ternyata mereka tidak
menerima uang Dirham Maroko. Jadilah saya membawa uang Dirham tersebut pulang
ke Jakarta sebagai kenang-kenangan. Atau siapa tahu saya bisa kembali ke Maroko
untuk mengeksplor kota-kota lainnya.
Hal menarik yang sempat terekam oleh memori saya adalah ketika belasan orang awak kabin Singapore Airlines melintasi crowd menuju ke mobil jemputan mereka. Sontak puluhan mata lelaki Mesir yang ada disana, bagaikan terkena magnet kuat, semuanya berpaling melihat rombongan Singapore Girls tersebut. Naluri dasar manusia yang tidak bisa dipungkiri, mereka sepertinya tidak terbiasa melihat wanita mungil berkulit putih memakai pakaian sexy dengan belahan depan setinggi paha !
Sebelum
berangkat, saya mengirimkan email kepada pihak hotel Novotel El-Borg untuk
meminta pick-up service ke airport. Akan tetapi email tersebut tidak pernah
dibalas sampai saya mendarat di Cairo. Pilihan kendaraan dari airport adalah
naik taxi atau naik bus. Taxi yang ada berjenis sedan atau caravelle, tidak
menggunakan argometer. Jadi proses tawar menawar terjadi disini dan muka-muka
pria yang berkeliaran di area parkiran taxi adalah muka-muka pemalak semuanya.
Saya
bertanya kepada salah seorang security Bandara bagaimana caranya untuk
mendapatkan taxi ke kota, dia lalu memanggil seorang pria yang mengaku sebagai
Operational Manager untuk taxi airport, tapi feeling saya bilang dia adalah
calo. Prosespun tawar menawar terjadi. Dan setelah mendapatkan harga yang
disepakati, dia memanggil “taxi”nya. Sebuah mobil Van datang menjemput saya dan
mengantar saya ke hotel.
Baru
saja taxi melaju beberapa puluh meter, si supir yang tampak muda dan
ugal-ugalan mengkonfirmasi hotel saya adalah Novotel. Saya jawab “yes, Novotel
El-Borg near Nile river”. Si supir kaget, dia bilang lho kata orang tadi anda
akan ke Novotel Airport ? Rupanya ada dua Novotel di kota Cairo itu dan telah
terjadi miskomunikasi. Mobil berputar balik ke airport, si supir mencari calo
tadi dan saya jelaskan dengan detil bahwa tujuan saya adalah hotel Novotel El
Borg yang terletak di pinggir sungai Nil, tepat di tengah kota Cairo. Tawar
menawar kembali terjadi karena dia menetapkan harga yang menurut saya seenak
jidatnya saja. Akhirnya karena saya bersikeras dengan harga saya, atau saya
batalkan transaksi (mumpung uang belum dibayar) akhirnya dia setuju dengan
harga yang saya inginkan.
Satu
hal yang harus diperhatikan juga adalah bahwa disini banyak sekali orang yang
akan meminta uang tip. Bahkan tanpa segan-segan pula mereka akan bilang kalau
uang tip yang anda berikan kurang. Saya mengalami ini dengan calo taxi bandara,
supir taxi dan penjaga toko kecil. Hanya petugas hotel dan tour besar yang tidak mengungkapkan
keinginan tersebut secara brutal.
Perjalanan
dari airport menuju ke hotel saya menginap memakan waktu sekitar 40 menit,
terkendala sedikit macet ketika mobil memasuki pusat kota Cairo. Dari
ketinggian jalan laying tampak kepadatan kota Cairo, yang hampir semua
bangunannya berwarna coklat tanah. Dari ketinggian ini tampak pula
menara-menara mesjid serta gereja yang bertebaran di sepanjang perjalanan.
Saya
menginap di Hotel Novote El-Borg yang terletak persis ditepi sungai Nil. Didepan
hotel ini terdapat dua buah taman yang langsung berdampingan dengan sungai Nil
: Hadiqat Az Zahriyah dan Hadiqat Andalus. Taman ini ramai sekali di sore dan
malam hari, bahkan terdapat beberapa café dan bar yang membuat area ini hidup
di malam hari, khususnya weekend (Jumat – Sabtu). Sungai Nil sendiri adalah
sungai yang sibuk dari pagi sampai malam.
Dari
kamar hotel, saya bisa melihat pemandangan luas sungai Nil dan pusat kota Cairo
diseberang sana, dimana Tahrir Square The Egyptian Museum, pasar tradisional
Khan El Khalili bisa dijangkau hanya dengan berjalan kaki dari hotel.
Cairo
adalah kota yang sangat happening pagi-siang-malam. Banyak sekali rumah makan
dan café yang buka hingga tengah malam. Kabarnya kalau bulan Ramadhan suasana
semakin meriah, karena keramaian terjadi setelah solat Tarawih. Hanya saja
disini banyak supir taxi yang tidak bisa berbahasa Inggris, jadi membawa nama
dan alamat tujuan dalam tulisan Arab akan banyak menolong kita kalau tersesat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar