Selasa, 05 November 2013

CAIRO [2010] #1 : Selamat Datang di Tanah Horus


Horus adalah salah satu dewa penting dalam sejarah Mesir kuno, yang digambarkan sebagai manusia berkepala burung. Horus digunakan sebagai logo di banyak perusahaan atau kegiatan seni budaya di Mesir. Perusahaan penerbangan nasional Mesir, EgyptAir juga menggunakan Horus sebagai logo mereka.

Sebetulnya tujuan utama perjalanan saya memanglah Mesir. Ide untuk sekaligus ke Maroko muncul setelah saya mengajukan visa Mesir.

Visa Mesir sudah diurus sebulan sebelum keberangkatan di kedutaan besar Mesir di Menteng. Informasi awal dari pihak kedutaan menyebutkan bahwa visa akan keluar dalam tiga minggu, akan tetapi ternyata visa saya sudah keluar dalam satu minggu saja.

Malam itu saya sedang berada di dalam antrian calon penumpang Egypt Air menuju ke Cairo. Ramainya luar biasa, ada orang Arab sekeluarga yang suaranya berisik sekali, ada anak-anak yang rewel, dan lain-lain. Perkiraan saya load factor malam itu bisa jadi 100% dari kapasitas pesawat. Saat itu saya sedang kelelahan dan tidak enak badan. Mungkin karena sempat beberapa kali diterpa udara dingin tanpa penghangat tubuh yang memadai. Melihat keramaian penumpang yang ribut seperti itu saya membayangkan “apa saya bisa istirahat di pesawat nanti ?”. Penerbangan Casablanca – Cairo akan menempuh waktu 5 jam di tengah malam buta, maka tidur menjadi suatu keharusan selama perjalanan, apalagi dengan kondisi fisik seperti itu, kalau tidak saya bisa ambruk sesampai di Cairo.

Saya lalu keluar dari barisan antrian dan mendatangi supervisor di counter check-in menanyakan apakah saya bisa upgrade ke kelas Bisnis, karena saya butuh tidur nyenyak sekali malam itu. Ternyata dia menjawab positif ada kursi tersedia. Dia lalu menghitung berapa selisih harga tiket yang harus dibayar. Ternyata jumlahnya tidak signifkan karena saya mendapatkan tiket kelas Bisnis promo sehingga saya hanya harus membayar sekitar 750 Dirham, sekitar 750 ribu Rupiah. Thank God !

Tapi kemudian ternyata mereka tidak menerima pembayaran dengan kartu kredit. Cash only please ! Terpaksa saya berjalan kelantai bawah airport untuk mencari-cari mesin ATM karena uang Dirham Marocco saya sudah habis. Untuk jaga-jaga, maka saya menarik dana dengan jumlah yang agak lebih. Saya sangat bersyukur bisa mendapatkan tiket kelas Bisnis, karena berarti mudah-mudahan saya bisa tidur lelap selama 5 jam terbang.

Tidak seperti pengalaman ketika saya tiba di Casablanca dimana petugas imigrasinya cukup baik, malam itu petugas imigrasinya sangar sekali. Sebelum paspor saya distempel out out country, saya ditanya bermacam-macam pertanyaan menyangkut apa saja yang saya lakukan selama di Maroko.

Pesawat tumpangan saya ternyata delay nyaris 2 jam dari jadual semula, jam 23.30. Walah, ini betul-betul siksaan. Disaat akan terbang tengah malam dengan kondisi badan tidak fit, pesawatnya malah delay ! Saya tidak berani tidur di kursi ruang tunggu, takut bablas ketinggalan pesawat malah hancur-hancuran jadinya. Doping awal dilakukan, 2 cangkir kopi sudah habis diminum, dan lumayan membuat mata sedikit melek. Lalu saya membeli camilan yang dijual di toko makanan di ruang tunggu airport sambil jalan-jalan kesana kemari. Sialnya pada jam 22.00 semua toko makanan dan café-café pada tutup !

Malam itu semua penerbangan dari Maroko ke luar negeri adalah dengan tujuan kota-kota di Afrika seperti : Dakkar di Senegal, Freetown di Sierra Leone, Accra di Ghana, dll. Bisa kebayang kan, bahwa penumpang yang menunggu hampir semuanya beretnis Afrika. Saya rasa hanya saya satu-satunya orang Asia yang duduk menunggu pesawat tengah malam itu.

Malam itu adalah pertama kali dalam seumur hidup saya berkumpul secara langsung kedalam mayoritas orang-orang Afrika. Gaya dan dandanan mereka sangat bermacam ragam. Ada wanita muslim Afrika yang berhijab, ada yang berpakaian seksi, ada pula remaja bergaya seperti rapper Afro-American lengkap dengan headset besar di kepalanya, tampak pula beberapa wanita Afrika dengan pakaian khas Afrika dengan kain penutup kepala ala Erykah Badu. Satu dua ada laki-laki yang tampilan sangat sangar.

Ketika sedang asyik membaca dengan mendengarkan lagu dari ipod, tiga orang anak kecil berkulit hitam berkejar-kejaran didepan kursi saya. Saya memandangi tingkah polah mereka. Merekapun berhenti bermain dan memandang ke arah saya dengan pandangan aneh. Mungkin mereka berpikir ini makhluk dari planet mana, kok bentuknya beda sendiri ? Ya layaknya anak-anak kecil kita kalau melihat seorang negro, malam itu saya mengalami sebaliknya.

Perjalanan malam itu sangat lancar. Saya tidak berharap muluk-muluk dari layanan airline bintang 3 Egypt Air. Jadi meskipun saya duduk di kelas Bisnis, as expected layanan yang diberikan awak kabinnya sudah pasti sak karepe dewe ! Awak kabin yang bertugas malam itu laki-laki semua, kecuali seorang ibu yang bertugas di kelas Bisnis.

Baru saya pesawat pushed back dari garbarata, saya sudah tertidur pulas. Terbangun karena ditawarkan makan malam oleh ibu pramugarinya, tapi ketika saya lihat menunya lamb curry dengan roti, saya pilih meneruskan tidur. Beruntung sekali pesawat Airbus A320 itu terbang tanpa guncangan-guncangan sama sekali, sehingga saya tidur pulas nyaris sepanjang perjalanan.

Saya dibangunkan pramugari ketika dia membagikan kartu imigrasi Mesir serta menghidangkan kopi dan sepotong kue. Kartu imigrasi Mesir ini sangat menarik, karena terdapat bayangan gambar Ratu Nefertiti. Membayangkan kalau di Indonesia dibuat begini, apakah yang akan keluar adalah wajah Ken Dedes atau malah Dayang Sumbi ? hehehehe

Saya buka kaca jendela pesawat ternyata matahari sudah mulai naik. Sejauh mata memandang dibawah sana, pemandangan yang terhampar hanyalah tanah coklat gersang dan tandus. Ya, kehidupan makhluk hidup di Mesir mayoritas memang berada di sepanjang sungai Nil.

Pesawat mendarat dengan mulus di pagi hari cerah itu. Cuaca hanya 12 derajat Celcius, sangat sejuk. Pesawat saya berpapasan dengan sebuah Boeing 777-200ER milik Singapore Airlines. Airlines yang satu ini, selain Emirates, selalu saja ketemu dimana-mana.

Proses imigrasi berjalan lancar sekali. Karena saya pemegang boarding pass kelas Bisnis maka saya dipersilahkan melewati jalur khusus tanpa antrian sama sekali.

Airport Cairo ini tidak begitu besar, tapi pagi itu ramai sekali, sepertinya banyak rombongan umroh yang landing beberapa saat sebelumnya. Ada rombongan Umroh yang memang berasal dari Mesir, ada pula rombongan Umroh dari negara lain yang paket Umrohnya menjual Umroh plus travelling ke Mesir.

Setelah urusan bagasi selesai, saya menuju ke counter money changer untuk menukarkan uang, termasuk Dirham Maroko, dan membeli Pound Mesir. Ternyata mereka tidak menerima uang Dirham Maroko. Jadilah saya membawa uang Dirham tersebut pulang ke Jakarta sebagai kenang-kenangan. Atau siapa tahu saya bisa kembali ke Maroko untuk mengeksplor kota-kota lainnya.

Hal menarik yang sempat terekam oleh memori saya adalah ketika belasan orang awak kabin Singapore Airlines melintasi crowd menuju ke mobil jemputan mereka. Sontak puluhan mata lelaki Mesir yang ada disana, bagaikan terkena magnet kuat, semuanya berpaling melihat rombongan Singapore Girls tersebut. Naluri dasar manusia yang tidak bisa dipungkiri, mereka sepertinya tidak terbiasa melihat wanita mungil berkulit putih memakai pakaian sexy dengan belahan depan setinggi paha !

Sebelum berangkat, saya mengirimkan email kepada pihak hotel Novotel El-Borg untuk meminta pick-up service ke airport. Akan tetapi email tersebut tidak pernah dibalas sampai saya mendarat di Cairo. Pilihan kendaraan dari airport adalah naik taxi atau naik bus. Taxi yang ada berjenis sedan atau caravelle, tidak menggunakan argometer. Jadi proses tawar menawar terjadi disini dan muka-muka pria yang berkeliaran di area parkiran taxi adalah muka-muka pemalak semuanya.

Saya bertanya kepada salah seorang security Bandara bagaimana caranya untuk mendapatkan taxi ke kota, dia lalu memanggil seorang pria yang mengaku sebagai Operational Manager untuk taxi airport, tapi feeling saya bilang dia adalah calo. Prosespun tawar menawar terjadi. Dan setelah mendapatkan harga yang disepakati, dia memanggil “taxi”nya. Sebuah mobil Van datang menjemput saya dan mengantar saya ke hotel.

Baru saja taxi melaju beberapa puluh meter, si supir yang tampak muda dan ugal-ugalan mengkonfirmasi hotel saya adalah Novotel. Saya jawab “yes, Novotel El-Borg near Nile river”. Si supir kaget, dia bilang lho kata orang tadi anda akan ke Novotel Airport ? Rupanya ada dua Novotel di kota Cairo itu dan telah terjadi miskomunikasi. Mobil berputar balik ke airport, si supir mencari calo tadi dan saya jelaskan dengan detil bahwa tujuan saya adalah hotel Novotel El Borg yang terletak di pinggir sungai Nil, tepat di tengah kota Cairo. Tawar menawar kembali terjadi karena dia menetapkan harga yang menurut saya seenak jidatnya saja. Akhirnya karena saya bersikeras dengan harga saya, atau saya batalkan transaksi (mumpung uang belum dibayar) akhirnya dia setuju dengan harga yang saya inginkan.

Satu hal yang harus diperhatikan juga adalah bahwa disini banyak sekali orang yang akan meminta uang tip. Bahkan tanpa segan-segan pula mereka akan bilang kalau uang tip yang anda berikan kurang. Saya mengalami ini dengan calo taxi bandara, supir taxi dan penjaga toko kecil.  Hanya petugas hotel dan tour besar yang tidak mengungkapkan keinginan tersebut secara brutal.

Perjalanan dari airport menuju ke hotel saya menginap memakan waktu sekitar 40 menit, terkendala sedikit macet ketika mobil memasuki pusat kota Cairo. Dari ketinggian jalan laying tampak kepadatan kota Cairo, yang hampir semua bangunannya berwarna coklat tanah. Dari ketinggian ini tampak pula menara-menara mesjid serta gereja yang bertebaran di sepanjang perjalanan.

Saya menginap di Hotel Novote El-Borg yang terletak persis ditepi sungai Nil. Didepan hotel ini terdapat dua buah taman yang langsung berdampingan dengan sungai Nil : Hadiqat Az Zahriyah dan Hadiqat Andalus. Taman ini ramai sekali di sore dan malam hari, bahkan terdapat beberapa café dan bar yang membuat area ini hidup di malam hari, khususnya weekend (Jumat – Sabtu). Sungai Nil sendiri adalah sungai yang sibuk dari pagi sampai malam.

Dari kamar hotel, saya bisa melihat pemandangan luas sungai Nil dan pusat kota Cairo diseberang sana, dimana Tahrir Square The Egyptian Museum, pasar tradisional Khan El Khalili bisa dijangkau hanya dengan berjalan kaki dari hotel.

Cairo adalah kota yang sangat happening pagi-siang-malam. Banyak sekali rumah makan dan café yang buka hingga tengah malam. Kabarnya kalau bulan Ramadhan suasana semakin meriah, karena keramaian terjadi setelah solat Tarawih. Hanya saja disini banyak supir taxi yang tidak bisa berbahasa Inggris, jadi membawa nama dan alamat tujuan dalam tulisan Arab akan banyak menolong kita kalau tersesat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar