Keesokan harinya kami sudah
bersiap-siap untuk menuju ke airport sepagi mungkin, demi menghindari kekacauan
di pusat kota yang dapat mengakibatkan jalan menuju ke airport lumpuh.
Pesawat Thai Airways tumpangan
kami menurut jadual akan berangkat ke Bangkok pada jam 13.30 siang. Tapi demi
alasan keselematan, kami memutuskan untuk berangkat ke airport sepagi mungkin,
agar kami bisa sampai di airport sebelum massa berkumpul. Sehingga kalau ada
apa-ada di tengah kota, misalkan meluasnya kerusuhan massal, maka kami sudah
aman di airport dan tinggal menuju berangkat saja. Bagaimanapun, airport adalah
titik evakuasi yang paling efektif.
Awalnya kami ingin berangkat ke
airport jam 6.30, dengan asumsi mungkin massa baru akan berkumpul pada jam 8
pagi. Tapi ternyata bus yang akan membawa kami ke airport paling pagi adalah
jam 7.
Setelah sarapan buru-buru, kami langsung stand by menunggu bus di lobby hotel. Tepat
jam 7 pagi buspun sudah stand by. Bukan bus butut seperti keberangkatan kami ke
Pokhara beberapa hari yang lalu. Kali ini kami naik bus milik hotel dengan
kondisi yang bagus.
Bus tersebut hanya berisi 4
orang penumpang : saya dan teman saya serta dua orang turis berbahasa Perancis.
Ketika bus memasuki area pusat perkotaan, ternyata massa sudah tumpah ruah di
jalan. Luar biasa, masih jam 7 lewat massa sudah berkumpul di jalanan! Jam
berapa mereka berangkat dari rumah? Kami hanya berdoa dan berharap semoga tidak
ada kerusuhan fatal, setidaknya sampai kami tiba di airport.
Semakin mendekati airport,
semakin banyak kami berpapasan dengan barisan demonstran yang berjalan rapi
menuju ke pusat kota. Rasanya pengin terbang supaya bisa langsung sampai di
airport.
Alhamdulillah kami tiba di
airport dengan selamat. Setidaknya kami sudah berada di airport, kalaupun ada
hal yang buruk terjadi di tengah kota, kami sudah berada di titik paling mudah
untuk evakuasi.
Suasana airport pagi itu ramai.
Para penumpang berdatangan dengan menumpang mobil turis, mobil palang merah,
mobil PBB, becak penumpang, becak barang bahkan berjalan kaki.
Sebelum masuk ke dalam gedung
terminal, saya sempat tertegun melihat seekor monyet yang berloncatan kesana kemari
diatas atas gedung terminal airport itu. Nepal memang sangat berwarna !
Sesampai di dalam, kami mendapati counter Thai Airways belum dibuka. Jadi terpaksa menunggu dulu.
Saya sempat mengobrol dengan
keluarga yang datang dari India. Mereka berasal dari Bangalore dan akan
menumpang pesawat Air India ke New Delhi. Mereka sedang dalam kegalauan karena
ternyata sudah tiga hari pesawat Air India membatalkan penerbangan pagi harinya
ke Kathmandu. Si Ibu mengomel karena tidak ada pemberitahuan sama sekali dari
pihak Air India bahwa flight mereka yang seharusnya pagi itu dibatalkan. Mereka
terpaksa harus menunggu seharian di airport karena akan diterbangkan dengan penerbangan
Air India sore hari menuju ke New Delhi. Hal lain yang membuat mereka
uring-uringan adalah karena mereka akan kehilangan connecting flight mereka
dari New Delhi ke Bangalore dan terpaksa harus menginap semalam di New Delhi.
Karena terlalu pagi tiba di
airport, maka saya menghabiskan waktu dengan berkeliling-keliling airport.
Airport Tribhuvan ini sangat sederhana. Satu-satunya Internet Cafe yang ada
disini masih diproses secara manual, pelanggan membayar tunai, lalu diantar
menuju computer, dan dihubungkan dengan internet explorer secara manual.
Mengingatkan saya akan warnet di Indonesia pada awal tahun 90an.
Waktu check-in pun tiba.
Ternyata pada saat yang hampir bersamaan, ada penerbangan SilkAir menuju ke Singapore,
Korean Air menuju ke Seoul serta Thai Airways menuju ke Bangkok. Alhasil, ruang
tunggu terminal internasional menjadi penuh sesak oleh calon penumpang. Saking
penuhnya, sebagian duduk-duduk di lantai.
Hujan turun diatas airport
Tribhuvan, tapi saya tidak menghiraukannya dan berlari menuju tangga pesawat
untuk naik ke pesawat, secepatnya ingin meninggalkan Nepal.
Ketika roda pesawat meninggalkan
runway Tribhuvan Airport, kami langsung lega….Alhamdulillah berhasil lepas dari
keadaan darurat mogok massal di Nepal.
Setiba di Bangkok, karena harus
menunggu penerbangan ke Jakarta keesokan paginya, maka kami menginap di hotel
transit di dalam gedung terminal airport Suvarnabhumi. Kami tidak mau lagi
mendatangi pusat kota Bangkok demi menghindari demonstrasi kaus merah di
Bangkok yang mulai anarkis. Dua hari kemudian kerusuhan pecah di Bangkok,
berakibat dibakarnya sebuah stasiun televisi, sebuah mall serta terbunuhnya
banyak demonstran.
Tidur di hotel transit di dalam
gedung terminal sebetulnya bukanlah ide terbaik karena sangat bising dengan
suara deru mesin pesawat yang akan take-off dan landing. Semakin lama semakin
banyak pesawat yang take-off, khususnya pesawat dengan tujuan antar benua.
Apakah saya kapok ke Nepal ?
Tentu saja tidak, karena saya tidak berhasil melihat
Nepal dalam wajah normalnya dan tidak berhasil mendatangi banyak sekali tempat
menarik disana. Akan tetapi, pengalaman berhadap-hadapan langsung dengan mogok
massal itu merupakan pengalaman tersendiri yang sangat berharga !
Tidak ada komentar:
Posting Komentar