Sabtu, 02 November 2013

MAROC [2010] #1 : 20 Jam Menuju Casablanca



Ide awalnya adalah ingin ke Mesir. Namun ketika sedang menyusun itinerary, muncul ide untuk sekalian ke Maroko. Maroko muncul dalam ide perjalanan saya karena simply tanpa perlu visa.

Rute perjalanan saya adalah dari Jakarta menuju Casablanca via Doha dengan menggunakan Qatar Airways. Dari Casablanca saya menuju ke Marrakech menggunakan penerbangan domestik Royal Air Maroc. Selanjutnya saya terbang dari Casablanca menuju ke Kairo dengan menggunakan pesawat Egypt Air. Petualangan di Cairo akan dijelaskan dalam artikel terpisah tentang Mesir.

Qatar Airways dipilih karena harga tiketnya yang murah sekali saat itu. Saya dapat tiket promo dengan rute Jakarta-Casablanca, Cairo-Jakarta dengan harga hanya USD 750. Selain murah, Qatar Airways sudah punya reputasi yang baik dalam hal servis sebagai salah satu dari beberapa “5 star airlines” di dunia. Bandingkan dengan harga tiket untuk rute yang sama dengan Turkish Airlines USD 1250 dan Lufthansa USD 1800 !

Awalnya saya enggan memilih naik Qatar Airways atau airlines Timur Tengah lainnya seperti Emirates atau Etihad, karena jadual transfer di kota-kota HUB mereka hampir dipastikan sekitar jam 2 dinihari waktu Indonesia Barat atau sekitar jam 10 malam waktu setempat.  Bayangkan disaat mata masih rasanya masih merem seperti dilem kita terpaksa harus bangun, turun dari pesawat dan luntang-lantung di airport menunggu penerbangan lanjutan. Tapi berhubung harga tiketnya jauh lebih murah, saya tutup mata saja deh dengan semua kekurangannya !

Keberangkatan menuju ke Bandara Soekarno Hatta siang itu diwarnai kemacetan. Pintu masuk tol Semanggi ditutup dan ratusan mobil diarahkan untuk masuk tol melalui pintu tol Slipi. Kebayang kan macetnya seperti apa ! Membutuhkan waktu 1 jam untuk jarak Semanggi – Slipi. Ketika masuk Tol Bandara lagi-lagi saya terjebak kemacetan, kendaraan merayap sangat lambat. Selain karena ada perbaikan jalan, arus mobil yang akan ke Cengkareng Jumat sore itu sepertinya luar biasa membludak. Sudah jam 4 lewat dan saya mulai senewen. Rasanya mau keluar dari mobil dan naik ojek saja ke Terminal 2D kalau tidak ingat ada koper besar di bagasi mobil. Kalau sudah begini, rasanya sungguh frustasi hidup di kota yang sangat penuh sesak bernama Jakarta. Kapan ya transportasi publik kita membaik sedikit saja. Mana realisasi Kereta Api Bandara yang sudah diomongkan sejak lama itu ?

Tepat jam 5.10 sore saya sampai di Terminal 2D dan langsung menghambur lari sprint ke Check-In Counter (sialnya lupa e-check in pagi harinya). Ada beberapa penumpang lainnya juga berlari-larian masuk ke Check-In Hall karena terlambat kejebak macet tadi. Untunglah proses check-in, pengurusan bebas fiskal (bagi pemegang NPWP saat itu) dan pemeriksaan imigrasi berjalan lancar.

Ini adalah pengalaman pertama saya terbang dengan Qatar Airways untuk penerbangan jarak jauh. Secara umum cukup baik servisnya. Pelayanan para awak kabin lumayan baik, meskipun buat saya masih kalah dari airlines Asia sekelas Singapore Airlines, Cathay Pacific maupun ANA. Makanan yang dihidangkan cukup baik.

Setelah terbang selama 8 jam, sekitar jam 2 dinihari waktu Indonesia Barat (atau jam 10 malam waktu Doha) pesawat mendarat dengan mulus di Doha International Airport. Kualitas aspal airport di negara kaya minyak & gas ini memang beda jauh dengan kualitas aspal di Cengkareng ! Di Doha pesawat berjalan dengan mulus karena aspalnya sangat baik kualitasnya.

Saya harus menunggu 3 jam di Doha Airport untuk transfer dan ganti pesawat menuju ke Casablanca. Suasana departure hall airport Doha sangat ramai malam itu, terutama banyak sekali rombongan para pekerja kasar yang akan bepergian ke berbagai tempat.

Ketika sedang berjalan mencari kursi yang nyaman untuk duduk, saya ditegur oleh seorang petugas airport. Laki-laki Caucasian itu bertanya “are you Indonesian ?“ Sesaat setelah saya jawab yes, dia meminta tolong untuk membantu menterjemahkan instruksi dia kepada dua orang wanita TKI asal Indonesia yang tampak sangat kebingungan dan tersesat.

Rupanya penerbangan mereka menuju ke Jakarta baru keesokan pagi jam 8.30 dan mereka bingung. Saya menterjemahkan instruksi si petugas kepada kedua wanita tersebut, intinya mereka bisa tidur, entah di kursi luar maupun di kursi quiet room. Besok pagi, mereka harus memastikan diri mereka berada di pintu gate pesawat ke Jakarta paling lambat jam 7. Kedua wanita tersebut mengangguk dan pergi menuju ke quiet room. Semoga mereka tidak ketinggalan pesawat !

Satu hal yang kurang dari perjalanan ini adalah terminal Doha Airport yang kurang nyaman. Di jam-jam tertentu departure hall-nya sangat ramai, apalagi kebanyakan adalah para pekerja kasar, jadinya  urusan kebersihan menjadi isu utama. Selain itu, di airport ini tidak ada airport hotel, sehingga kalau transit malam-malam lebih dari 6 jam ya wassalam saja, kudu tidur di kursi semalaman ! Pemerintah Qatar sedang membangun terminal airport baru, di kompleks yang sama, yang kabarnya akan jadi airport termodern dan termegah di dunia.

Jam 01.30 waktu Doha (sekitar jam 05.30 waktu Indonesia Barat) saya boarding ke penerbangan selanjutnya menuju ke Casablanca via Tripoli. Pesawat kira-kira terisi 75% dari load factor, sebagian adalah para pekerja asal Asia Selatan dan Afrika.
Setelah dikasih makan dua kali dalam penerbangan Jakarta – Doha sebelumnya, saat itu setelah take-off dari Doha, para awak kabin membagikan makan berat kepada semua penumpang. Opsi makan jam segitu tidak menarik buat saya, tidur lebih menyenangkan dari pada makan melulu di pesawat.

Tidur saya kurang nyenyak dipesawat saat itu. Mungkin karena tubuh saya masih mengikuti jam Jakarta dimana sudah waktunya pagi hari. Mungkin juga karena suara mesin pesawat yang dekat sekali dengan kursi saya. Sialnya, disaat saya baru mulai bisa tidur nyenyak, malah dibangunkan pramugari untuk siap-siap landing di Tripoli. Saat itu sekitar pukul 05.00 pagi waktu Tripoli.

Airport Tripoli ternyata tidak begitu besar dan masih gelap Subuh itu. Hanya penumpang tujuan Tripoli yang diperbolehkan turun dari pesawat. Sisanya termasuk saya cuma bisa duduk bengong di pesawat sambil mengambil minuman yang bolak balik dibawa para awak kabin.

Dari pengeras suara di kabin pesawat diumumkan bahwa penumpang dengan tujuan Tripoli harus segera turun disini. Pengumuman dilakukan dalam bahasa Inggris dan Arab. Tapi hanya sedikit penumpang yang berdiri dan berkemas untuk turun. Tampaknya banyak yang tidak mengerti instruksi tersebut, khususnya para pekerja beretnis Asia Selatan dan Afrika. Para awak kabin terpaksa harus bekerja ekstra Subuh itu untuk memastikan penumpang tujuan Tripoli terusir keluar kabin pesawat. Seorang Pramugara beretnis Asia Selatan berteriak-teriak dalam bahasa Urdu, yang hampir pasti artinya “penumpang dengan tujuan Tripoli turun disini !”. Itupun ternyata tidak cukup. Awak kabin lainnya harus mengecek Boarding Pass para pekerja itu satu persatu untuk memastikan tujuan penerbangan mereka. Alhasil ternyata semua pekerja etnis Asia Selatan dan Afrika itu turun di Tripoli ! Penumpang yang tersisa hanya tinggal sepertiganya saja.



Di airport Tripoli banyak pesawat jet pribadi parkir. Hmmmm sepertinya itu adalah pesawat pribadi keluarga dan kroni-kroni Moammar Khadafi.

Ketika pesawat kembali terbang untuk meneruskan perjalanan ke Casablanca yang cuma tersisa 2 jam lagi, saya sudah tidak bisa tidur lagi karena para awak kabin sudah sibuk menghidangkan sarapan. Ada dua pilihan menu pada pagi itu, menu sarapan Arabian atau menu Western, dan saya pilih menu yang kedua.




Sekitar jam 08 pagi waktu Casablanca (atau sekitar jam 15 waktu Jakarta) pesawat mendarat dengan mulus di Mohammed V Airport – Casablanca, disambut cuaca yang sangat cerah dan udara yang sejuk sekali. Sekitar 20 jam sudah saya diperjalanan ! Salah satu perjalanan terpanjang yang pernah saya lakukan. 

Airportnya mengingatkan saya sama bandara Halim Perdana Kusumah, karena sama-sama kuno, meskipun disini beberapa bagian telah direnovasi. Pengumuman-pengumuman di airport dilakukan dalam tiga bahasa : Arab, Perancis dan Inggris.

Maroko memang bebas visa ! Kita bisa melenggang bebas dengan hanya bermodalkan paspor saja. Tapi setelah imigrasi selesai, neraka sesungguhnya ada di pemeriksaan custom clearance (bea cukai) karena semua penumpang harus melewati pemeriksaan manual dengan membuka koper mereka dan diperiksa dengan teliti isinya.
Sampai giliran saya, saya menghadapi petugas custom seorang wanita muda. Koper saya diperiksa dengan detil sampai dikorek-korek ke sela-sela kantong di dalamnya. Saya diminta menjelaskan beberapa benda yang mencurigakan untuk dia. “what is this ?”katanya ketika melihat memory card kamera saya. Lalu “what is this” ketika melihat filter UV untuk lensa kamera saya. Mungkin dia pikir kaca filter UV itu sejenis tempat alas menghirup drugs kali ya ? hahahaha. Bisa dibayangkan luapan antriannya seperti apa dan berapa lama.

Rencananya saya akan menuju ke Marrakech keesokan paginya dengan menumpang pesawat milik maskapai Royal Air Maroc. Awalnya ketika masih di Jakarta, saya mencoba membeli tiket domestik Casablanca – Marrakech secara online dari website Royal Air Maroc. Tapi transaksi selalu gagal dan kartu kredit saya ditolak, sepertinya mereka belum melayani kartu kredit dari Indonesia. Jadi pagi itu setelah urusan custom selesai, saya harus naik ke lantai dua tempat kantor maskapai penerbangan dan membeli tiket domestik langsung ke counter ticketing Royal Air Maroc. Untung masih ada penerbangan yang available.

Dari referensi yang saya baca, menukar uang asing dengan uang Dirham Maroko kabarnya tidak dapat dilakukan disembarang tempat dan counter money changer tidak selalu ada dimana-mana, maka saya langsung menukarkan uang di airport.

Dari airport saya menuju ke kota Casablanca dengan menggunakan kereta api, yang stasiunnya berada di lantai dasar dari airport. Keretanya mungkin sekelas dengan kereta di Italy, cukup baik dan terawat meskipun ada sedikit sampah di dalamnya. Harga tiketnya sangat murah, sekitar MAD 40 (sekitar 40 ribu rupiah). Bandingkan dengan naik taxi dengan tarif MAD 350 (sekitar 350 ribu).  Perjalanan dengan kereta ini ditempuh dengan waktu sekitar 30 menit.

Kereta berhenti di stasiun Casablanca Voyageurs di pusat kota Casablanca. Dari stasiun ini saya naik petit taxi menuju ke hotel Barcelo Casablanca. Oh ya, Di Casablanca terdapat dua jenis taxi : Petit Taxi, berupa sedan kecil butut berwarna merah bikinan Fiat, hanya diperbolehkan untuk rute-rute di dalam kota, serta Grande Taxi yang rata-rata mobil Mercy tua. Grande taxi diperbolehkan untuk membawa penumpang ke dan dari Bandara, bahkan ke luar kota sekalipun, seperti ke Rabat (ibukota negara Maroko) yang berjarak tempuh hampir 1 jam dari Casablanca.

2 komentar:

  1. Tanya dunk, untuk Morocco kan bebas visa, tapi apakah di Doha diperlukan visa transit? Jika iya, bisa diurus dari Indonesia atau on arrival gitu?

    BalasHapus