Selasa, 19 November 2013

Nepal [2010] #4 : Kembali ke Kathmandu


Meskipun terlena dengan keindahan alam di Pokhara, tapi kami juga agak senewen karena tidak mengetahui dengan pasti kondisi politik terkini di Kathmandu. Kami harus pulang keesokan harinya ke Kathmandu dan selanjutnya terbang ke Bangkok lusa. Tapi tidak ada informasi akurat yang bisa diandalkan. Koran yang ada di hotel adalah koran kemarin. Siaran TV lokal semuanya membahas mogok massal, tapi semuanya dalam bahasa Nepal, tidak ada saluran TV berbahasa Inggris. Mencari informasi di saluran TV internasional, yang kami dapatkan adalah liputan tentang kerusuhan berdarah di Yunani, kerusuhan berdarah kau merah di Bangkok, tenggelamnya kapal tanker milik BP di New Mexico serta percobaan bom mobil di New York. Berita mogok massal di Nepal kalah sensasional untuk skala dunia !

Satu-satunya sumber informasi adalah petugas front office hotel.
Kami sedikit grogi ketika mendapatkan informasi bahwa sudah mulai ada pertumpahan darah di Kathmandu. Sudah mulai ada korban yang luka-luka, mulai terjadi bentrok antara polisi dengan demonstran dan sudah ada satu orang penduduk yang tewas karena dipukuli massa.

Keesokan harinya kami dijadualkan kembali ke Kathmandu dengan menumpang pesawat dari airline yang sama, Guna Airways jam 12 siang. Jam 10 pagi kami sudah bersiap untuk kembali berjalan kaki gembira menuju ke airport yang berjarak sekitar 1km dari hotel. Akan tetapi kami ditawari naik taxi gelap, yang akan dikemudikan oleh seorang laki-laki nekad. Setelah deal harga, kamipun naik ke sebuah mobil sedan tua yang dikemudikan dengan sangat kencang oleh si supir. Rupanya dia sengaja ngebut supaya tidak dilempar batu atau ditangkap oleh antek-antek demonstran.

Sesampai kami di airport, counter check-in Guna Airways belum dibuka, dan baru akan dibuka satu jam sebelum waktu keberangkatan.

Pagi itu kami mendapat sedikit masalah ketika pihak airline memberitahukan bahwa nama kami tidak terdapat dalam daftar penumpang di penerbangan itu. Ulala ! Inilah akibatnya bookingan masih manual begini ! Dia menunjukkan daftar nama penumpang berupa sebuah kertas polos bertuliskan tangan. Dan benar saja, nama kami tidak ada disana.

Awalnya kami masih memiliki harapan karena jumlah penumpang yang sudah confirm baru 14 orang, sementara kapasitas pesawat beechcraft tersebut berjumlah 16 orang. Akan tetapi kemudian ada empat orang calon penumpang lainnya selain kami yang juga bernasib sama dengan kami. Singkat cerita, over booked !

Setengah senewen, saya telfon travel agent kami di Kathmandu yang memesankan tiket kami. Saya jelaskan persoalannya dan meminta dia membereskan masalah. Pokoknya kami tidak mau tahu, kami harus berangkat saat itu juga karena keesokan harinya kami sudah harus terbang pergi dari Nepal.

Setelah menunggu selama 20 menit, akhirnya nama kami masuk dalam daftar penumpang. Entah apa yang dilakukan si travel agent, Mr. Rajendra, di Kathmandu sana sehingga kami bisa menyisihkan pesaing-pesaing lainnya itu.
Thank God kami berhasil terbang dengan pesawat yang diinginkan.


Sesampainya kami di airport Tribhuvan Kathmandu, kami tercengang-cengang melihat tempat pengambilan bagasi penumpang pesawat domestik. Barang bagasi penumpang dibawa oleh mobil bak terbuka ke sebuah tempat di dekat parkiran yang tertulis “baggage claim”dan ditumpuk begitu saja disana. Penumpang lalu berebutan mengambil koper mereka yang ditumpuk-tumpuk disana.

Kami lalu berangkat kembali menuju ke hotel Soaltee Crown Plaza, dengan menggunakan minibus milik hotel. Kali ini mobil yang dipakai adalah mobil bagus.

Perjalanan menuju ke hotel melewati jalan-jalan utama di tengah kota, yang dipenuhi oleh massa demonstran. Saat-saat itu adalah saat paling horor yang kami alami. Ada ratusan orang tumpah ruah di jalan, sebagian besar memakai kaus merah, simbol komunis disana. Lagi-lagi tampak lelaki membawa kayu, pentungan, batu bahkan golok.




Keadaan disana sebetulnya mulai memburuk. Menyusul aksi mogok massal yang sudah memasuki hari kelima, masyarakat Nepal pecah menjadi dua kubu : satu pihak pro Maois, mendukung mogok massal dan terus menggoyang pemerintahan sampai mereka turun, di pihak lain ada pihak netral, yang tidak ingin mogok massal berkepanjangan karena faktor ekonomi.


Alasan yang dikemukakan kelompok kedua sangat masuk akal, karena sebagai negara miskin, penduduk Nepal harus kembali menjalankan roda perekonomian mereka, kalau tidak mau semakin terpuruk karena menurunnya pendapatan mereka. Lima hari mogok massal, berarti sudah lima hari pula sebagian penduduk kehilangan pendapatannya.



Kedua kubu ini kabarnya sudah sempat baku hantam dan lempar-lemparan batu di beberapa titik konsentrasi massa di Kathmandu.

Kami sampai di hotel dengan selamat dan memutuskan untuk tinggal saja di hotel sambil menunggu saat terbang meninggalkan Nepal besok siang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar