Jumat, 25 Oktober 2013

EUROPE [2008] #4 : Zurich, Mahalnya Pipis Disini


"Three hours journey with magnificent scenery"

Kapok dengan pengalaman kocar kacir di perjalanan dengan kereta Venesia – Milan sebelumnya, maka pagi itu kami mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya supaya tidak terjadi kekacauan serupa atau malah kekacauan lainnya. Nama stasiun benar-benar diperhatikan dengan seksama, tiba lebih awal di stasiun dan memastikan nomor peron kereta.



Its gonna be a long journey, perjalanan darat selama 3 jam lebih dengan kereta dari Milan menuju ke Zurich.

Meninggalkan pusat kota Milan, kereta mulai melaju kencang dan di satu spot dari kejauhan saya melihat tail pesawat, aha ! airport Malpensa nun disana. Karena keenakan diayun-diayun goyangan kereta plus udara sejuk dari AC di kabin, maka jadilah saya terlelap (semoga tidak ngorok saat itu). Sebetulnya saya sudah diwanti-wanti teman bahwa dalam perjalanan rute ini haram hukumnya tidur, karena pemandangan alam yang terbentang sangat menakjubkan di sepanjang jalannya.
Benar saja, ketika saya terbangun, kereta melambat karena memasuki sebuah kota kecil yang diapit gunung-gunung dan danau. Kota cantik itu bernama Lugano, kota paling selatan di Swiss yang penduduknya berbahasa Italy.







Kota ini terlihat tenang dan damai. Dari kejauhan tampak rumah-rumah (atau villa ?) yang dibangun dipinggir danau…jadi pengin kesini lagi untuk menginap satu atau dua malam, pasti menyenangkan sekali.

Kereta berhenti di stasiun Lugano, seorang polisi dengan seragam berbendera Swiss naik ke kabin dan berjalan sambil memperhatikan para penumpang kereta. Sepertinya dia sedang melakukan random check perbatasan Swiss – Italy. Waktu itu, Swiss masih belum termasuk Schengen, jadi saya berangkat dengan mengurus visa Swiss. 

Beruntung saya ke Swiss disaat visa Schengen belum berlaku, jadi saya punya kenang-kenangan visa Swiss di paspor saya.

Karena saya adalah turis, saya bersiap-siap dengan paspor ditangan saat petugas tersebut berjalan pelan-pelan di dalam kabin, ternyata tidak seorangpun di dalam kabin yang diperiksa oleh petugas.

Lepas dari Lugano, pemandangan yang muncul setelahnya sungguh-sungguh spektakular. Mulai dari padang rumput hijau dengan beberapa sapi merumput, pedesaan dengan rumah-rumah kayu layaknya di lukisan, lembah, jurang dan gunung-gunung berselimut es.













Dalam perjalanan, seorang petugas kereta berkeliling menawarkan makanan dan minuman (tidak gratis tentunya). Ada banyak pilihan, tapi lagi-lagi pilihan jatuh kepada sandwich !

Setelah puas dengan pemandangan spektakular selama dua jam-an, kereta memasuki pinggiran kota Zurich. Masih juga dengan pemandangan indah lainnya, berupa rumah-rumah apik di bukit-bukit dan pinggiran danau.



Sekitar pukul 1 siang kereta sampai di stasiun utama kota Zurich, yaitu Bahnhofstrasse. Baru saja beberapa langkah keluar dari kereta saya mendapati kebenaran yang diceritakan selama ini bahwa Swiss adalah negara yang tertata rapi dan bersih. Hal itu tampak dari stasiun kereta ini, semuanya apik dan indah dipandang mata, mulai dari loket tiket, toko-toko, loker bahkan sampai wc umum.

Pipis di Zurich mungkin bisa jadi adalah pipis paling mahal di dunia, karena disini kita harus merogoh koin setengah Euro sampai 1 Euro untuk sekali masuk wc.

Siang itu karena kebelet, saya terpaksa mampir dulu ke wc umum di stasiun untuk melepas hajat kecil. Sedang asyik-asyiknya melepaskan pipis, saya tersentak kaget ketika disebelah saya muncul seorang wanita setengah baya, yang ternyata adalah petugas kebersihan wc. Wanita tersebut memandang saya dengan pandangan aneh karena saya terkejut dia datang. Mungkin dalam hati dia berpikir “biasa aja kaleeee”.

Siang itu wc umum tersebut lumayan ramai, dan si wanita petugas kebersihan cuek saja membersihkan toilet padahal banyak berdiri laki-laki sedang membuang hajat. Apakah dalam konteks gender sebaliknya diperbolehkan ? maksudnya petugas kebersihan laki-laki membersihkan wc wanita. Bakalan seru sepertinya !

Saya menuju ke Hotel Opera Zurich dengan menumpang taxi, yang ternyata jaraknya dari stasiun bisa ditempuh  dengan berjalan kaki. What a fool !

Bapak supir taxinya berpenampilan sangar, keturunan Afrika, tinggi besar bertato, botak dan berkaca mata hitam. Tapi kemudian surprisingly dia sangat ramah dan banyak tersenyum. Tampilan benar-benar berbanding terbalik dengan isinya !

Siang hari itu cuaca sangat tidak enak. Masih pertengahan Mei, tapi matahari bersinar sangat keras dan silau, suhu di kota Zurich juga tidak terlalu dingin. Selain itu, udara sangat kering. Saat baru tiba saya merasakan kulit tangan, kaki dan punggung perih-perih seperti luka-luka. Saya membayangkan bahwa Seolah-olah lapisan kulit ari saya sedang retak-retak karena keringnya udara siang itu. Kalau sudah begitu, body lotion dengan tingkat kelembaban yang paling tinggi baru akan bisa menolong.

Setelah beristirahat, sore harinya kami menuju ke Bahnhofstrasse dengan berjalan kaki melewati daerah perumahan yang sangat asri, perkantoran dan menyisir danau Zurich.





Bahnhofstrasse adalah daerah utama di Zurich yang merupakan salah satu pusat bisnis kota Zurich. Jalan ini tidak terlalu panjang, ramai oleh pejalan kaki dan tram yang tiap sebentar lalu lalang. Diujung jalan ini terletak stasiun kereta utama kota Zurich yang bernama sama dengan area ini, tempat kami tiba dari Milan siang tadi.

Di Bahnhofstrasse ini terdapat perkantoran, bank-bank kelas dunia dengan layanan cabang private banking-nya serta pertokoan. Area ini juga dikenal sebagai salah satu shopping square termahal di dunia. Berbagai merek premium dunia tersebar disini dengan harga yang kalau dirupiahkan berdigit 7 bahkan sampai 10.

Yang menarik dari Bahnhofstrasse ini adalah sebuah toko coklat Teuscher. Mereka menjual coklat homemade mereka atas resep dari pendiri toko : Dolf Teuscher. Coklat disini dijamin bebas bahan kimia, bebas zat mencandu dan bebas bahan pengawet. Coklat yang dijual beraneka rasa, warna, bentuk dan harga.

Air liur saya terbit ketika mencium bau aroma kari India yang keluar dari sebuah café jalanan dadakan di pinggir taman disana. Karena sudah enek berhari-hari dihajar sandwich, pasta dan makanan-makanan tasteless lainnya, saya rindu nasi dan makanan berbumbu rempah. Dan inilah jawaban kerinduan itu ! Saya membeli nasi briyani dengan vegetarian curry. Saat itu rasanya kari tersebut adalah kari paling nikmat sedunia (saking kepiginnya sama makanan berbumbu).

Sempat mampir ke sebuah toko CD dan menemukan banyak sekali koleksi CD bergenre klasik dan jazz yang tergolong langka dari musisi-musisi Eropa. Saya sudah gatal ingin membeli sekitar delapan  CD, tapi ketika menyadari harga satuannya yang kalau dirupiahkan bisa seharga Rp. 250 ribu, akhirnya kedelapan CD itu saya sortir lagi dan hanya membeli dua yang betul-betul top on the list.

Baru keluar dari toko CD, suara serine ambulan sempat terdengar keras, rupanya polisi dan petugas paramedis sedang mengevakuasi seorang gelandangan tua yang sedang mabuk dan mulai ngawur-ngawur tindak tanduknya.

Jam masih menunjukkan pukul 6 kurang, dan matahari spring masih bersinar terang di luar, tapi toko-toko mulai tutup. Nah, kalau terbiasa dengan hingar bingar kehidupan Asia, dimana mall buka sampai jam 10 malam, momen seperti ini akan bikin suntuk karena kehidupan kota berakhir jam 6 sore. Setelah itu jalan ini menjadi senyap, kecuali tram yang tetap lalu lalang sampai jam 10 malam. Kehidupan malam di Zurich hanyalah bar, club atau hiburan dewasa !



Karena nggak tahu mau ngapain, akhirnya kami menanti sunset jam 7.30 dengan duduk-duduk di tepian danau Zurich bersamaan dengan banyak penduduk Zurich maupun turis-turis lainnya. Sesekali terdengar suara pesawat menderu take-off dari airport Zurich-Kloten dan melintas tinggi diatas kota.



Malam itu benar-benar mati gaya ! Karena malam itu bukan malam weekend, jadi kehidupan malam disana nyaris tidak ada, kecuali minum-minum di bar yang pastinya juga sepi.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar