Dari Roma perjalanan dilanjutkan ke Venesia, karena menghemat waktu dan tenaga, rute Roma – Venesia ditempuh dengan pesawat terbang.
Pagi itu kami menyusuri jalanan sepi dari hotel menuju ke stasiun Termini yang berjarak hanya beberapa ratus meter saja. Masih jam 6.30 pagi, gedung-gedung tua disepanjang jalan masih hening karena belum banyak aktifitas dari manusia yang berhuni disana, sementara aroma pesing muncul dari beberapa titik di sepanjang kaki melangkah.
Stasiun Termini pagi itu belum terlalu ramai. Kami langsung menuju papan pengumuman untuk mencari nomor peron kereta menuju ke airport, yang berangkat setiap 30 menit sekali. Setelah menemukan peron yang dituju, saya agak bingung dimana tempat membeli tiketnya karena tidak terlihat ada loket disekitar situ. Upaya mencoba bertanya kepada seorang lelaki setengah baya hanya sia-sia karena ternyata dia tidak bisa berbahasa Inggris sama sekali. Saya lalu bertanya hal yang sama kepada seorang wanita muda dan ternyata dia juga tidak bisa berbahasa Inggris tapi setidaknya secara pasif dia bisa menangkap maksud pertanyaan saya. Dia lalu menunjuk ke satu titik, dimana berdiri mesin pembelian tiket. Ok got it !
Tidak lama kemudian kereta tiba, tidak seperti saat tiba 3 hari yang lalu dimana saat itu keretanya agak kotor, kereta yang digunakan pagi itu lebih bersih. Penumpang cukup ramai, sebagian penumpang disekitar adalah turis berbahasa Inggris dan Jerman. Naik kereta api tut…tut…tuuuttt, perjalanan pagi itu penuh semangat karena cuaca diluar sangat cerah dan udara sejuk yang menyegarkan.
Suasana Check-In Hall Terminal Domestik & Eropa pagi itu ramai dengan orang yang akan bepergian dan para pengantar. Mata saya sempat berhenti sekejap pada laki-laki Italy yang berdandan ala mafia Italy yang kita lihat di film-film, berjas panjang lengkap dengan topi fedora. Mungkin mereka memang para inner circle mafioso dari Italy selatan.
Setelah selesai self-check in dan drop bagasi, saya menuju ke foodcourt untuk mencari pengganjal perut di pagi hari. Menu sederhana : chicken sandwich, susu dingin dan orange juice menjadi pilihan pagi itu.
Perut kenyang dan semangat menyala-nyala, saya asyik mengamati atraksi menarik diluar jendela kaca lebar di foodcourt tersebut. Atraksi tersebut adalah puluhan pesawat yang sedang parkir, sedang pushed back, taxiing, dan lain-lain. Mayoritas adalah pesawat tuan rumah, Alitalia. Saat itu, maskapai Alitalia sedang dililit masalah keuangan dan masalah ketegangan antara Manajemen dan Serikat Pekerja yang menolak PHK sebagian karyawan. Tapi untungnya tidak berdampak kepada strike sehingga operasional berjalan normal.
Perut kenyang dan semangat menyala-nyala, saya excited akan pergi ke Venesia dengan naik pesawat MD-82 Alitalia, pesawat yang sudah lumayan langka, bahkan di Indonesia saat itu cuma tinggal beberapa buah saja yang dioperasikan Wings Air dan carteran Air Fast.
Layaknya tagline “bukan Italy namanya kalau tidak molor”maka pesawat pagi itupun delay sekitar 40 menit dari jadual semula. Ini adalah kali pertama saya naik pesawat jenis MD-82 dan ternyata suara mesinnya memekakkan telinga luar biasa. Beruntung saya duduk dibaris tengah, jadi agak jauh dari gemuruh dua mesin di bagian belakang itu.
Berbeda dengan penerbangan dengan Alitalia sebelumnya, penerbangan pagi itu jauh lebih menyenangkan. Pramugari dan pramugara yang bertugas pagi itu ramah menebar senyum dan tawa dengan tulus ke semua penumpang. Mungkin mereka sadar bahwa penumpang yang diangkut sebagian besar adalah turis yang akan menghabiskan waktu dan uang mereka selama weekend di Venesia.
Setelah terbang sekitar 1 jam, pesawat mulai descending dan bersiap-siap landing. Sebagian penumpang yang duduk di jendela (dan pastinya turis) heboh melihat keluar jendela. Karena saya duduk di gang, saya cuma bisa iri kepada mereka karena saya bisa membayangkan mereka excited melihat cantiknya kota Venesia dari udara.
Marco Polo Airport di Venesia tidak terlalu besar, tapi memang dirancang sanggup menampung luapan turis dari berbagai negara. Mungkin sama seperti Ngurah Rai di Bali. Pagi itu ada beberapa pesawat dari Eropa dan Amerika yang juga baru mendarat sehingga penumpang menunggu bagasi di belt lumayan ramai.
Pilihan transportasi dari airport ada beragam, bisa naik bus, taxi atau water taxi (boat). Tujuannya pun berbeda-beda, mau ke kota tua yang adalah pusat area turis atau ke wilayah darat dari Venesia.
Kami menumpang bus ekspress menuju ke Statione di Santa Lucia, yang merupakan gerbang masuk ke kota tua Venesia. Baru saja kaki melangkah meninggalkan terminal bus, saya betul-betul merasa ini adalah kota turisme dunia. Ada keluarga Arab dengan para wanita berhijab, turis dari Cina yang berjalan rapi seperti semut mengikuti perintah tour leader-nya, beberapa orang Negro yang berjalan santai dan pastinya turis Caucasian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar